A. Suku Dayak Kayan
Suku
Kayan adalah suku Dayak dari rumpun Kenyah-Kayan-Bahau yang berasal dari Sarawak. Ketika memasuki Kalimantan Timur suku
Kayan pertama-tama menetap di daerah Apau Kayan di daerah aliran sungai Kayan, karena alasan perang antar suku dan mencari
daerah yang lebih subur serta daerah asal (Apau Kayan) yang sangat tertinggal
dan terisolir, suku Kayan meninggalkan Apau Kayan yang telah mereka tempati
selama 300 tahun
dan bermigrasi menuju daerah-daerah yang lebih maju agar dapat lebih berkembang
kehidupannya, yaitu sekarang menetap di daerah aliran sungai Wahau (daerah Suku Wehea) diKabupaten Kutai
Timur terutama
di Desa Miau Baru sejak tahun 1969. Diperkirakan pada zaman Kerajaan Kutai Martadipura (Kutai Mulawarman), suku Kayan belum memasuki
Kalimantan Timur. Kemungkinan suku Kayan ini termasuk salah satu suku yang
belakangan memasuki pulau Kalimantan dari
pulau Formosa (Taiwan). Suku Kayan juga terdapat di sungai Mendalam, Kalimantan Barat. Di Kalimantan Barat, pada sekitar tahun 1863, suku Iban bermigrasi
ke daerah hulu sungai Saribas dan sungai Rejang, dan menyerang suku Kayan di daerah hulu
sungai-sungai dan terus maju ke utara dan ke timur. Perang dan serangan
pengayauan menyebabkan suku-suku lain terusir dari lahannya. Suku Kayan
merupakan 1,4% dari penduduk Kutai Barat.
Sebuah Lamin Dayak Kayan,Desa Miau Baru
B. Mengenal Desa Miau
Baru di Kecamatan Kung Beang, Kutai Timur
Desa Miau Baru merupakan salah satu desa di Kecamatan Kung Beang/Kong Beng
yang mayoritas masyarakatnya berasal dari Suku Dayak Kayan (Uma’ Lekan) dan
sejak tahun 1969 sudah mulai menetap di lokasi perkampungan yang ada saat ini.
Perkampungan Desa Miau Baru sebelumnya bernama Long Kejiak (Long=Sungai ;
Kejiak=nama sungai) dalam bahasa Suku Dayak Wehea dan lokasi perkampungan saat
ini juga merupakan bekas perkampungan dan perladangan dari masyarakat Suku
Dayak Wehea yang sebelumnya juga mendiami wilayah tersebut.
Sejak tahun 1969, perladangan dan perkampungan Long Kejiak kemudian dihuni
oleh Masyarakat Dayak Kayan Uma’ Lekan yang kemudian pada tahun 1974,
perkampungan Long Kejiak kemudian dijadikan proyek resetelmen penduduk (respen)
yang merupakan program dari Pemerintah Pusat dalam paket pembinaan masyarakat
dan suku terasing di Kalimantan Timur dan mereka diberikan bantuan berupa
pembangunan perumahan, hewan peliharaan, tanaman keras, sayur mayur.
Selain itu, mereka juga difasilitasi dengan pengadaan tenaga guru,
pelatihanan kerajinan dan pertukangan termasuk peralatan pandai besi.
Proyek ini diakhiri pada tahun 1978, dan kampung Long Kejik diubah menjadi Desa
Miau Baru dengan status Desa Persiapan. Pada tahun 1997 Desa Miau
Baru diresmikan sebagai desa definitif.
Menurut beberapa warga Suku Dayak Wehea yang bermukim di Nehas Liah Bing,
menyatakan bahwa pada saat ini masih dapat dirunut keturunan warga Dayak Wehea
yang pernah bermukim di Long Kejiak dan Miau Baru saat ini maupun yang kembali
dan menetap di Nehas Liah Bing.
Masyarakat Dayak Kayan Uma’ Lekan adalah penduduk pendatang yang bermigrasi
ke wilayah Wehea. Mereka berasal dari tiga kampung di daerah Apo Kayan
(Kabupaten Malinau sekarang), yaitu kampung Long Hiban, Long Belerang dan
kampung Pura. Cerita perpindahan mereka dari Apo Kayan ke Wahau bermula dari
tahun 1962 dan 1963, ketika beberapa tokoh masyarakat dari kampung Long Hiban
dan Long Belerang datang melakukan perjalanan panjang dari Apo Kayan menuju
Kabupaten Kutai untuk mencari kawasan permukiman baru. Mereka ingin mencari
tempat permukiman baru agar lepas dari berbagai kendala ekonomi, sosial dan
komunikasi yang menghambat mereka karena lokasi kampung yang terpencil di balik
perbukitan dan jauh dari pusat-pusat kemajuan.
Tiba di Wehea, mereka menemui kepala adat dan tokoh-tokoh masyarakat Dayak
Wehea di Nehes Liah Bing, kelompok etnis yang sudah lebih dahulu menempati
wilayah Muara Wehea (Lebeng Wehea), dan meminta izin untuk diberikan tempat
membangun kampung. Orang Dayak Wehea menerima permintaan itu dan mengalokasikan
kawasan di muara Sungai Miau sebagai cikal bakal perkampungan orang Dayak Kayan
Uma’ Lekan yang akan pindah tersebut. Pada tahun 1963 kedua kelompok suku ini
membuat ikrar persaudaraan menurut adat Dayak untuk hidup secara harmonis di
wilayah adat Dayak Wehea.
Rombongan pertama orang Kayan tiba di Wehea pada tahun 1969 setelah melalui
perjalanan panjang dari Apo Kayan selama kurang lebih lima tahun. Ada sebanyak
852 orang warga dari kampung Long Hiban dan Long Belerang yang menjadi
rombongan pertama berangkat ke Wehea pada tahun 1964, mengikuti alur sungai,
menyeberang perbukitan, membawa perbekalan pangan, dan pada sebagian masa
perjalanannya harus membuka ladang beberapa kali untuk mendapatkan pasokan
makanan.
Mereka menuju Sungai Kelay di daerah Berau dan kemudian mudik di Sungai
Mayung, dan menuju Merapun sampai kemudian tiba di hulu Sungai Psab. Di tempat
ini mereka tinggal beberapa lama untuk berladang, dan perkemahan terakhir
mereka berada di bagian hulu Sungai Psab di sebelah utara kantor Distrik PT.
SHJ I. Dari tempat itu kemudian rombongan mengikuti aliran Sungai Psab menuju
kampung Long Kejiak, tiba pada tahun 1969.
Mereka mendirikan kampung di pinggir Sungai Wahau (lokasi RT-01 sekarang).
Pada tahun 1982, tiba pula rombongan kedua dari kampung Pura yang dipimpin oleh
Pai Iding (kepala adat desa Miau Baru sekarang), berjumlah 68 KK atau 380 jiwa,
setelah menempuh perjalanan selama 14 bulan. Mereka juga mengikuti alur Sungai
Psab menuju muara Wahau, dan sebagian lainnya diangkut oleh truk logging milik
PT. Grutti dari arah Kelai menuju muara sungai Miau. Ketika itu, jalan logging
sudah mulai dibuka di kawasan Wehea, antara lain oleh PT. Gruti, PT. Kiani dan
PT. Basuimex .
Perjalanan kehidupan warga suku Kayan Uma’ Lekan yang pindah dari Apo Kayan
tersebut selanjutnya menjadi bagian dari sejarah berdirinya Desa Miau Baru yang
sekarang. Mata pencaharian utama mereka di tempat baru adalah berladang, dengan
memanfaatkan jalur sungai sebagai akses masuk membuka lahan. Dari keterangan
warga Miau Baru yang sudah dewasa pada masa perpindahan tahun 1960an itu
diketahui bahwa mereka membuka areal perladangan di daerah aliran Sungai Psab,
mudik dari muara sungai mengikuti alur yang pernah mereka lalui ketika datang
dari Apo Kayan.
Sebagian yang lain membuka ladang ke arah hulu muara Sungai Pesab, baik di
pinggiran Sungai Wahau, maupun ke arah hulu mengikuti aliran Sungai Miau.
Sebelum adanya aktivitas perusahaan kayu di daerah ini, kedua jalur sungai
tersebut, berikut anak-anak sungai di dalamnya, menjadi alur utama pembukaan
areal perladangan bagi orang Dayak Kayan Uma’ Lekan dari desa Miau Baru.
Mereka sudah membuka ladang di bagian hulu Sungai Miau sebelum perusahaan kayu
datang, yaitu di tempat yang berdekatan dengan Simpang Tujuh sekarang.
Sebelumnya, Desa Miau Baru, sebelum pemekaran Kabupaten Kutai Timur masuk
dalam wilayah Kecamatan Muara Wehea (Lebeng Wehea – dalam bahasa Suku Dayak
Wehea) dan sejak pemekaran Kecamatan Muara Wehea menjadi Kecamatan Muara Wehea,
Kung Beang dan Telen, akhirnya Desa Miau Baru masuk dalam wilayah Kecamatan
Kung Beang (sesuai dengan bahasa asli dalam Suku Dayak Wehea).
Pada saat ini, penduduk Desa Miau Baru yang mayoritas masyarakatnya berasal
dari Suku Dayak Kayan Uma’ Lekan berjumlah 5.066 jiwa dengan perbandingan
jumlah penduduk laki-laki dan perempuan adalah 2.697 jiwa berbanding 2.371
jiwa.
Sebagai sebuah desa eks program respen, Desa Miau Baru cukup tertata baik
terutama dalam penataan permukiman kampong dan di desa tersebut terdapat sebuah
lamin (rumah adat) yang menarik dan dipenuhi motif ukiran khas Suku Dayak Kayan
termasuk sebuah lumbung padi yang juga dipenuhi ukiran.
Saat melintasi jalan trans Kalimantan Timur, sangat mudah mengetahui
keberadaan Desa Miau Baru, dimana pada jalan masuknya terdapat sebuah plang
yang menunjukan nama desa serta sebuah gapura besar yang juga bermotif khas
Suku Dayak Kayan, sehingga tidak salah apabila Desa Miau Baru kemudian
ditetapkan sebagai salah satu desa budaya di Kabupaten Kutai Timur dan Kalimantan
Timur.
Sebagai sebuah desa yang kini menjadi pusat kecamatan Kung Beang (hasil
pemekaran dari Kecamatan Muara Wehea), Desa Miau Baru semakin berkembang dan
hal tersebut ditandai dengan keberadaan Kantor Camat yang berada dalam wilayah
desa serta UPT Puskesmas Kung Beang dan juga didukung oleh adanya beberapa
sekolah mulai dari tingkat pendidikan dasar hingga menengah atas, diantaranya
adalah TK Uyang Lahai dengan jumlah siswa sebanyak 99 orang dan didukung oleh 4
tenaga pengajar yang terdiri dari 4 rombel, SDN 001 yang terdiri dari 12 rombel
dengan jumlah siswa sebanyak 158 orang dan didukung oleh 12 tenaga pengajar (11
PNS dan 1 honorer) dan SDN 008 yang terdiri dari 9 rombel dengan siswa sebanyak
234 orang dan 15 orang tenaga pengajar (10 PNS dan 5 honorer).
Sedangkan pada tingkat pendidikan menengah terdapat sebuah SMP dan SMA,
yaitu SMPN-2 Kung Beang yang terdiri dari 6 rombel dengan siswa sebanyak 180
orang dan tenaga pengajar sebanyak 16 orang (14 PNS dan 2 honorer) serta SMA
Negeri-1 Kung Beang yang terdiri dari 6 rombel dengan siswa sebanyak 145 orang
dan didukung tenaga pengajar sebanyak 18 orang (9 PNS dan 9 honorer).
C. Adat Istiadat Dayak Kayan Miau Baru
Dayak Kayan Miau Baru merupakan suku yang masih memegang teguh adat istiadatnya,walaupun tidak primitif seperti dulu. Ini dikarenakan Masyarat Dayak Kayan Miau Baru 97% memeluk agama Kristen Protestan,dan sisanya 3% memeluk agama lain. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Dayak Kayan Miau Baru hidup dalam bercocok tanam mulai dari berladang,berkebun,bersawah dan ada juga berburu. Di desa Miau Baru juga ada tempat yang paling istimewa yaitu Kampung babi,dikatakan kampung babi karena sekitar 5000 babi kampung ada disana,kampung ini ada diseberang Desa Miau Baru yang dipisahkan dengan sungai Bahau.
Dalam Adat dayak Kayan Miau Baru menjunjung tinggi yang namanya persatuan dan gotong royong,ini terlihat dari acara kematian,acara nikah,dan acara keagamaan. Salah satu dari acara tersebut masyarakat Dayak Kayan menyempat diri untuk ambil bagian dari acara tersebut,jadi setiap orang dilarang melakukan aktivitas sehari-harinya kecuali yang mengajar,PNS,dan yang sekolah.
Gambar diatas merupakan tradisi yang selalu menjadi ciri khas Dayak Kayan yaitu seni tato dan memanjangkan telinga,walau tradisi ini sudah mulai berkurang.
selain itu ada juga kerajinan yang sering menjadi andalan Dayak Kayan Miau Baru seperti dibawa ini:
- Manik-manik
- Alat Musik dan Senjata Tradisional
- Dan Tari-tarian Tradisional
Dari Kerajinan,kesenian,dan tradisi diatas masih banyak lagi yang menjadi bagian dari Suku Dayak Kayan Miau Baru,seperti lomba perahu panjang 35 m Tradisional,seni ukir dan masih banyak lagi.
Dari penjelasan diatas apakah anda berminat datang berkunjung di Desa Miau Baru,Kec.Kong Beng,Kutai Timur,Kalimantan Timur.
Thanks very much for the detail information. Miau Baru is definitely a MUST visit village. Hopefuly someday we can visit the village again.
BalasHapusIts ok. I' from miau baru too.
Hapuskerennnn, sangat informatif. share ya mas kalau ada even2 disana... salam lestari...
BalasHapussaya dari sarawak , bagaimana untuk saya pergi ke desa miau baru ?
BalasHapusIm from sarawak..saya juga berbangsa kayan dari Long Liam..gimana saya mahu ke sana?
BalasHapusAsal ada niat dan keyakinan...
BalasHapus